Belajarlah IKHLAS meski Sulit...,

Ikhlas itu kata yang mudah diucapkan, tetapi sulit dilaksanakan. Karena itu, kita perlu belajar dan membiasakan diri menjadi mukhlis (orang yang ikhlas).Dari segi bahasa, ikhlas itu mengandung makna memurnikan dari kotoran, membebaskan diri dari segala yang merusak niat dan tujuan kita dalam melakukan suatu amalan.
 
Ikhlas juga mengandung arti meniadakan segala penyakit hati, seperti syirik, riya, munafik, dan takabur dalam ibadah. Ibadah yang ikhlas adalah ibadah yang dilakukan semata-mata karena  Allah SWT.

 Ungkapan “semata-mata karena Allah SWT” setidaknya mengandung tiga dimensi penghambaan, yaitu niatnya benar karena Allah (shalih al-niyyat), sesuai tata caranya (shalih al-kaifiyyat), dan tujuannya untuk mencari rida Allah SWT (shalih al-ghayat), bukan karena mengharap pujian, sanjungan, apresiasi, dan balasan dari selain Allah SWT.
 
Keutamaan Ikhlas, Abu Sa'id Al-Khudriy radiyallahu anhu  meriwayatkan bahwa pada waktu Haji wada', Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda:

Semoga Allah mencerahkan orang yang mendengar kata-kataku lalu menjaganya. Betapa banyak orang yang membawa pemahaman, tetapi ia sendiri tidak paham. Tiga hal yang seorang mukmin tidak akan dengki terhadapnya; mengikhlaskan amal kepada Allah, memberikan loyalitas kepada para pemimpin kaum muslimin dan selalu bergabung dengan jamaah mereka.”
 (HR. Al-Bazzar dengan isnad hasan dan Ibnu Hibban dalam kitab shahihnya).

     Hadist diatas memberi pengarahan bahwa ketiga hal diatas dapat memperbaiki hati (menjauhkan dari sifat dengki). Barangsiapa menjadikan ketiganya sebagai akhlak, pasti hatinya akan bersih dari khianat maupun kerusakan.

   Seorang hamba hanya akan akan selamat dari godaan setan dengan keikhlasan. Allah subhanallah  wa ta'ala berfirman,  mengungkapkan pernyataan iblis,

"Kecuali hamba-hamba Mu yang selalu ikhlas" (Shad:83).

Apabila suatu amal telah tercampuri oleh harapan-harapan duniawi yang disenangi diri dan hati manusia sedikit ataupun banyak maka kejernihan amal itu sendiri telah tercemari. Hilanglah pula keikhlasannya. Sulitnya ikhlas dalam setiap amalan atau ibadah digambarkan oleh sebuah pepatah,

"Barang siapa yang sesaat dari umurnya telah dengan ikhlas, hanya mengharap wajah  Allah, pasti ia akan selamat".
 
Beribadah secara ikhlas merupakan dambaan setiap Mukmin yang saleh karena ikhlas mengantarkannya untuk benar-benar hanya menyembah atau beribadah kepada Allah SWT, tidak menyekutukan atau menuhankan selain- Nya.

Sembahlah Allah dan jangan kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun” (QS An-Nisa’ [4]: 36).
 
Jika ikhlas sudah menjadi karakter hati dalam beramal ibadah, niscaya keberagamaan kita menjadi lurus, benar, dan istiqamah (konsisten). (QS Al-Bayyinah [98]: 5). Selain kunci diterima tidaknya amal ibadah kita oleh Allah SWT, ikhlas juga membuat “kinerja” kita bermakna dan tidak sia-sia. Kinerja yang bermakna adalah kinerja yang berangkat dari hati yang ikhlas.

Menurut Imam Al-Ghazali, peringkat ikhlas itu ada tiga. Pertama, ikhlas awam yakni ikhlas dalam beribadah kepada Allah karena dilandasi perasaan takut kepada siksa-Nya dan masih mengharapkan pahala dari-Nya.
 
Kedua, ikhlash khawas,ialah ikhlas dalam beribadah kepada Allah karena dimotivasi oleh harapan agar menjadi hamba yang lebih dekat dengan-Nya dan dengan kedekatannya kelak ia mendapatkan “sesuatu” dari-Nya.
 
Ketiga, ikhlash khawas al-khawas adalah ikhlas dalam beribadah kepada Allah karena atas kesadaran yang tulus dan keinsyafan yang mendalam bahwa segala sesuatu yang ada adalah milik Allah dan hanya Dia-lah Tuhan yang Mahasegala-galanya.
 
Ikhlas merupakan komitmen ter ting gi yang seharusnya ditambatkan oleh setiap Mukmin dalam hatinya: sebuah komitmen tulus ikhlas yang sering dinyatakan dalam doa iftitah. (Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku semata-mata karena Allah Tuhan semesta alam). (QS Al-An’am [6]: 162).
 
Sifat dan perbuatan hati yang ikhlas itu merupakan perisai moral yang dapat menjauhkan diri dari godaan setan (Iblis). Menurut At-Thabari, hamba yang mukhlis adalah orang-orang Mukmin yang benar-benar tulus sepenuh hati dalam beribadah kepada Allah, sehingga hati yang murni dan benar-benar tulus itu menjadi tidak mempan dibujuk rayu dan diprovokasi setan.
 
Ikhlas sejatinya juga merupakan “benteng pertahanan” mental spiritual Mukmin dari kebinasaan atau kesia-siaan dalam menjalani kehidupan. Ibnu Al-Qayyim Al-Jauziyah berujar, “Amal tanpa keikhlasan seperti musafir yang meng isi kantong dengan kerikil pasir. Memberatkannya tetapi tidak bermanfaat.”





Sumber : republika.co.id
Share this article :
 

Posting Komentar

 
Modified : Modified Template By : | Bina Pratama |
Copyright © 2013. Yayasan Bina Pratama Boyolali - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger